Linguapreuner Indonesia

mengabadikan perenungan dalam kata-kata.

Sunday, March 31, 2019

Catatan Sang Penyendiri Fragmen 1

source image from freepik.com
Penyendiri. Jarang terlihat berkumpul bersama teman. Orang mengatakan saya tidak bergaul. Asosial.
Saya bukannya merasa tak membutuhkan orang lain di sekitar saya. Terus terang saya senang punya kawan, paling tidak teman bicara. Berbagi banyak hal yang pernah dialami oleh masing-masing dari kami merupakan sesuatu yang setiap saat ingin dilakukan. Hanya saja, belakangan saya menyadari bahwa saya lebih sering sendiri. Seorang diri dalam banyak hal. Apakah saya terbiasa mandiri, tidak juga. Namun saya berpikir lebih jauh mengenai kapasitas tiap orang tentu berbeda-beda, dan itu merupakan alasan bagi kehidupan untuk menempatkan kita dalam peranannya masing-masing.

Saya masih dapat mengingat berapa banyak orang yang betul-betul menjadi teman dalam hidup saya. Dari kala saya belia, hingga di usia saya sekarang, jumlah teman yang saya miliki betul-betul tak melebihi hitungan jari. Jelas kondisi tersebut mencengkeram saya dalam rasa sepi. Sunyi dan rasa sepi terus menerus hadir mengisi waktu saya.

Orang mengenal saya sebagai sosok yang kaku. Kurang luwes dan cenderung membicarakan hal-hal serius. Saya juga kurang nyaman menjadi sorotan orang lain. Komentar yang sempat saya dapat terdengar bernada cemoohan. Seolah dalam diri saya terdapat sesuatu yang berbeda namun hal itu tidak dapat diterima oleh yang lain. Padahal ada ungkapan begini, ‘hanya karena berbeda, bukan berarti hal itu keliru.’ Maka, seiring bertambahnya usia, meski sempat saya menyesalkan dan mengeluhkan keadaan saya ini, perlahan-lahan saya pun merasa lebih baik mengatakan bahwa memang inilah saya dan kepribadian saya.

source image from freepik.com
Maaf, ini bukan curhatan. Ini lebih tentang bagaimana saya berusaha memahami diri saya sendiri. karena memang yang harus mengerti diri sendiri, ya bukan orang lain. Setuju?
Memang dalam hidup ini, membina hubungan dengan banyak orang sudah menjadi keharusan. Siapa coba yang bisa hidup sendiri? akan tetapi, dengan tetap mengenal batasan terhadap apa yang menjadi pandangan kedepan kita secara pribadi, mengenai apa yang ingin kita raih di waktu mendatang sudah tentu mengarahkan kita untuk selektif memasuki suatu hubungan. Pertemanan ataupun relasi lainnya.
Dalam hal apapun, selalu ada sisi baik dan sisi buruk. Siapapun pasti mengerti mengenai itu.

Kalau bagi saya, memilih teman bukan gaya saya. Membatasi pertemanan mungkin iya. Memahami ini sebenarnya membutuhkan waktu bagi saya, dari merenungkannya. Termasuk memahami dan kemudian menerima bahwa sepi menjadi salah satu bagian tak terpisahkan dari hari-hari yang saya jalani. Toh bukannya saya tak punya sosok teman dalam hidup. Dan jika harus mengeluhkan sepi yang saya anggap menyiksa saya, saya berusaha mengingat bahwa kadang-kadang orang mengalami rasa tak nyaman bahkan dikarenakan ia tidak mendapatkan kesunyian dalam hidupnya.
Jadi, hidup memang soal menakar banyak hal. Disatu sisi siapapun menginginkan dikelilingi oleh orang lain, disisi lain pun orang juga membutuhkan keadaan hanya bersama dirinya sendiri. sunyi dan menyepi. Jauh dari keramaian.

Pemahaman bahwa hidup yang harus menakar, atau berimbang, saya dapat dari mendalami linguistik. Untuk dicatat, saya bukan pakar, ilmu saya juga tidak terlampau dalam. Ini hanya logika anak jurusan bahasa.

Jadi begini, tiap kosakata memiliki definisi. Tiap bahasa memiliki perbendaharaan kata yang murni berasal dari penuturnya. Hal tersebut dikarenakan adanya fenomena yang terjadi, juga ada objek yang berasal dari tempat dimana suatu bahasa digunakan. sehingga kata menjadi bentuk penamaan untuk masing-masing fenomena, ataupun objek yang ada.

Kasih contoh aja kali ya.

Kata ‘Ibu’, dalam bahasa Indonesia, adalah penamaan untuk perempuan yang melahirkan, membesarkan, dan merawat kita. Kata tersebut juga muncul variasinya di setiap bahasa yang ada didunia ini. Mengapa? Karena sosok tersebut memang ada di seluruh dunia. Memangnya ada tempat yang tidak mengenal sosok ibu? Hampir dipastikan tidak.
Sementara, saya ambil contoh, kata ‘Orangutan’, ‘Komodo’, ‘Rambutan’ dan ‘Durian’. Keempat kata tersebut merupakan objek yang familiar bagi masyarakat Indonesia. Namun, tidak di tempat lain. Soalnya memang hanya ada di Indonesia. Bandingkan dengan ‘Kucing’, ‘Anjing’, ‘Apel’, ‘Anggur’, yang seperti kata ‘Ibu’, juga memiliki sebuatnnya sendiri di tiap bahasa.
Lantas apa hubungannya dengan pembahasan diatas ialah bahwa banyak setiap fenomena ataupun objek yang dapat dibahasakan dan ditemui, katakanlah di negara ini, besar kemungkinannya fenomena dan objek tersebut memang menjadi bagian dari kehidupan disini.

Maka kembali pada soal kehidupan yang berimbang. Kondisi seperti keramaian dan kesunyian keduanya jelas adalah  dua kata yang murni berasal dari bahasa Indonesia. Juga memiliki istilah yang berbeda di bahasa lainnya. Sebab, di satu titik, seseorang akan mendpatkan kondisi tersebut, dengan ataupun tanpa diinginkan. Keramaian dan kesunyian bisa terjadi dimanapun juga dirasakan dan dialami oleh siapapun.  

source image from freepik.com
Inilah yang saya pahami dan membuat saya akhirnya mampu berdamai dengan keadaan-keadaan tersebut. Walau toh pada akhirnya saya pun pernah merasa kesepian juga. Tetapi saya lebih mencoba menerimanya. Saya tahu ada yang bisa saya lakukan dengan semua keadaan-keadaan tersebut. Saya anggap dengan kesunyian, saya memiliki ruang dan waktu untuk mengolah pikiran saya. Bukan hal yang sepenuhnya jelek jika hidup ini dihabiskan dengan menyendiri, meskipun itu juga akan sangat berdampak buruk bila melampaui batas. Oleh karenanya, mengingat batasan dan menyadari apa yang dalam hidup ini ingin kita raih akan membantu kita menyikapi kapan ramai atau sunyi itu kita butuhkan.  Jadi bagi saya, wawasan yang saya miliki mengenai bahasa lah yang banyak membantu saya melihat dengan banyak sudut pandang. Termasuk mengenali diri saya sendiri dan apa yang saya inginkan dalam kehidupan saya.

Oke. Cukup untuk kali ini. Masih banyak yang akan saya tuliskan lagi. Sampai jumpa.

No comments:

Post a Comment